Artikel Populer Bulan Ini

UMKM Raja Diraja Perekonomian Indonesia, 128 Tahun BRI Berdayakan UMKM Indonesia

Pandemi menyisakan cerita yang tertinggal diingatan, kisah duka ditinggal orang tersayang, cerita heroik perjuangan untuk bertahan, sampai cerita receh bagaimana bisa menghibur diri dari segala keterbatasan.

 

Sebagian besar menyisakan cerita sedih, tapi tidak sedikit yang akhirnya mempunyai dan menemukan jatidiri di masa pandemi. Entah dorongan dari mana, tiba-tiba ada senyawa kimia dan partikel-partikel kecil yang menyelinap mengisi rongga otak dan akhirnya memunculkan ide bertahan hidup yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan.



Gula batu kristal dari Jogja, adalah ide liar yang tiba-tiba muncul dibenak kami (Gw dan Istri), berlanjut, gula jawa dari Jogja dan akhirnya Dimsum yang kami branding dengan Kubus Dimsum. Ajaib? Sangat Ajaib, ketika seorang pengajar fotografi, photographer freelance yang sesekali nyambi jadi driver online sebagai strategi marketing, harus ikhlas berdiam di rumah.

 

Gula batu kristal dan gula jawa dari jogja tidak berjalan lancar sesuai yang kami harapkan. Terlalu banyak waktu dan tenaga yang terbuang dengan margin yang tidak sebanding. Sejujurnya sudah ada market yang spesifik, mulai dari penjualan secara offline sampai di market place selalu ada saja yg mencari sampai saat ini. Tapi terpaksa kami ikhlaskan untuk berhenti karena masalah distribusi.

 

Setelah usaha photography, Kubus Dimsum adalah lompatan jauh kami berikutnya. Kami menyiapkan dengan sangat hati-hati, mulai dari packaging, gerobak, sosial media sampai market place. Kekurangan kami satu, masih mengambil dimsum ke vendor yang memang terbukti kelezatannya. Belum bisa memproduksi sendiri.

 

Kalau banyak pakar bisnis yang bilang, kunci bisnis yang baik adalah konsisten, ujian ini yang kami hadapi. Jelang virus yang sudah mulai bisa ditaklukan, pembatasan gerak yang mulai diperlonggar, sedikit demi sedikit Kubus Dimsum kami terbengkalai karena kegiatan rutin yang mulai aktif Kembali. 

 

Sebenarnya kami punya orang yang dipercaya untuk menjaga kedai kami, tapi ternyata dia punya kesibukan lain paska pandemi. Dan akhirnya gerobak Kubus Dimsum kami terparkir di garasi, menunggu ide liar selanjutnya.

 

UMKM dimasa pandemi menjadi “korban” ekonomi yang sangat terdampak, ditahun 2018 (1 tahun sebelum pandemi) pelaku UMKM di Indonesia tidak kurang dari 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Dengan daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja nasional. Ini menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM).

 

Bayangkan 60juta UMKM, 100juta pekerja, dipaksa berhenti tiba-tiba, gimana gak goyang ekonomi nasional kita?

 

Dan fakta menariknya adalah, UMKM justru menjadi penyelamat ekonomi nasional untuk kembali bangkit. Kemampuan untuk pulih, tingkat kreatifitas pelaku UMKM terbukti kuat dalam menghadapi badai ekonomi. Perputaran transaksi yang cepat dilevel masyarakat menengah, penggunaan produksi domestik yang bersentuhan dengan kebutuhan primer masyarakat sedikit demi sedikit, mengangkat perekonomian nasional.

 

Tentunya pelaku UMKM tidak berjalan sendiri, pemerintah sangat menyadari dan memprioritaskan UMKM dengan membuat kebijakan antara lain subsidi bunga pinjaman, restrukturisasi kredit, pemberian jaminan modal kerja dan insentif perpajakan.

Nilainya nggak sembarangan, total dana yang dipersiapkan sebesar Rp123,46 triliun.


Seperti bumi dan langit, UMKM jadi penguasa di negeri sendiri. Tapi apakah sudah cukup diperhatikan?


UMKM di Indonesia seperti Robin Hood di cerita legenda dari Nottingham forest di Inggris. Dekat dengan masyarakat, tapi kadang ada yang jauh dari pemerintah. Kok bisa? Oke sederhananya seperti ini, masih banyak UMKM di Indonesia yang belum tertib adminsitrasi. Sama halnya seperti Gw ketika memulai usaha di masa pandemi, yang penting mulai dulu, administrasi, surat menyurat, perijinan nanti aja kalau sudah bisnisnya besar.


Padahal, kalau saja kita taat administrasi dari awal, kendala permodalan yang sejauh ini menjadi momok paling menakutkan bagi UMKM akan sedikit membantu. Masih ingat KUR (Kredit usaha rakyat) yang disalurkan melalui bank BRI? Karena usaha Gw baru mulai dan belum sempat mengurus ijin, maka kesempatan ini terlewat begitu saja. Hilang sudah kesempatan menambah modal usaha melalui BRI.

 

Selain itu, kendala akses pasar dan teknologi informasi juga jadi masalah penting. UMKM kita masih belum dapat mengakses pasar yang lebih luas. Masih tahap kelurahan, paling tinggi tingkat kecamatan maksimal kota/kabupaten. Ini juga terkait kemampuan pelaku UMKM di bidang teknologi informasi.

 

Awal November 2023, Gw berkesempatan membersamai 27 UMKM perempuan di kota Malang, Jawa Timur. Bentuknya acara pelatihan selama 3 hari, mulai dari mengelola keuangan, memasarkan melalui market place dan membuat konten di media sosial. Sebagian pesertanya masih belum bisa “catch up” (mengikuti) perkembangan teknologi informasi yang sudah semakin tak terbendung.

 

Rentang usia peserta yang mengikuti pelatihan adalah 20-45 tahun, tentunya untuk usia tersebut di kota besar masih terhitung produktif yang diharapkan bisa menyesuaikan atau menyelarasakan usaha mereka dengan teknologi.

 

Para UMKM Perempuan ini bukannya tidak mau belajar atau malas mengembangkan diri. Tapi memang kesempatan untuk memperoleh informasi masih sangat terbatas dan belum merata. Terbukti, 27 UMKM Perempuan di Kota Malang ini konsisten dan bersemangat datang dari penjuru kota selama 3 hari berturut-turut, kemudian melanjutkan pelatihan di WA Group selama 3 bulan. Merekalah sosok Pahlawan UMKM yang membagi waktu antara urusan domestik dan usaha.


UMKM yang didominasi perempuan menjadi tulang punggung perekonomian, tidak hanya untuk keluarga tapi juga perekonomian nasional

Kesempatan untuk UMKM mengembangkan diri seperti ini harus diperbanyak, agar perekonomian kita semakin kuat, supaya pelaku UMKM kita semakin hebat. Seperti yang dilakukan oleh bank BRI, salah satunya dengan program Pengusaha Muda BRIlian.

 

Program Pengusaha Muda BRIlian tidak hanya sekedar menciptakan atau menumbuhkan nilai ekonomi, tapi juga mengedepan usaha yang mempunyai nilai sosial yang tinggi untuk masyarakat sekitar. Gw jadi teringat istilah sociopreneuer, usaha yang gak melulu tentang “cuan” tapi juga memikirkan dampak atau isu sosial di masyarakat dan lingkungan 

 

Tiap tahunnya, Pengusaha Muda BRIlian yang terpilih akan mendapatkan hadiah total ratusan juta rupiah dan berkesempatan mendapatkan pinjaman bunga 0%. 

Tapi terlepas dari nominal hadiah, semua peserta mendapatkan pengalaman berharga serta materi yang tidak hanya teori tapi juga tips dari para mentor yang sudah berpengalaman di berbagai macam industri. Sehingga bisa diaplikasikan untuk usaha mereka kedepannya.

 

DIGITALISASI BRI

Siapa yang pernah (walau sesaat) culture shock, ketika kita yang selalu beraktifitas di Jakarta (Jabodetabek), bertransaksi di satu daerah bahkan masih di pulau Jawa, dan ternyata masih banyak pedangan/pelaku usaha yang tidak bisa melayani pembayaran non tunai. Baik itu pembayaran melalui kartu debit, QRIS atau pembayaran uang elektronik lainnya.

 

Gw pernah saat perjalanan menuju kesebuah kota kabupaten di Jawa Tengah. Dari 10 orang yang ikut dalam rombongan, hanya satu yang membawa uang cash diatas 100ribu rupiah. Ada saat ketika tuntutan perut yang semakin keroncongan, kami putuskan untuk berhenti beristirahat di sebuah warung bakso yang cukup besar.

 

Bodohnya kami tidak menanyakan terlebih dahulu mengenai sistem pembayaran. Langsung pesan, makan dan habiskan. Ketika akan membayar semua orang kelimpungan dan saling pandang ketika penjual baksonya berujar.

 

“Uang cash aja Mase”. Beruntung masih ada yang membawa cash senilai transaksi yang kami lakukan.

 

“Gw selalu siap uang tunai kalau ada perjalanan keluar daerah, bahkan ke Bandung sekalipun”. Ujar teman yang menjadi penyelamat muka kami kala itu.

 

Sebagian besar dari kita (yang di tinggal di Jakarta) sudah terlanjur menikmati dan terbuai pembayaran secara non tunai. Bahkan ketika hanya membeli mie instant senilai 10ribu.

 

Apakah mungkin nanti UMKM diluar Jakarta akan bisa atau familiar bertransaksi secara non tunai? Kenapa tidak. Lagi-lagi pembelajaran pandemi sudah membuktikan, bahwa non tunai bukan hal yang tidak mungkin.

 

Terlebih lagi dengan penetrasi Bank BRI di seluruh Indonesia yang memiliki total lebih dari 9.600 unit kerja. Dengan 467 kantor cabang, 611 Kantor Cabang Pembantu, 952 kantor kas dan 5.382 BRI Unit yang siap melayani nasabah. Belum lagi total 13.852 ATM yang bisa diakses dengan mudah oleh siapapun dimanapun. Sepertinya tidak berlebihan kalau kita bilang bahwa memang BRI Untuk Indonesia.

 

Walau belum survei mendalam, tapi dengan jumlah ATM belasan ribu dan hanya ada 7ribuan kecamatan di Indonesia, Gw yakin selalu ada ATM bank BRI disetiap kecamatan di Indonesia. Kekhawatiran bahwa akan sulit kalau untuk mencairkan atau mengambil uang yang sudah dibayarkan melalui non tunai sudah terbantahkan.


Bahkan bank BRI mempunyai produk khusus UMKM yaitu, BRI Simpedes Usaha. Cukup membawa KTP dan NPWP dan mengisi formulir dan melakukan setoran awal 500ribu pelaku usaha sudah bisa mempunyai rekening BRI. Fasilitas yang diberikan untuk mempermudah transaksi antara lain, internet Banking, SMS Banking dan SMS Notifikasi. Dengan biaya admin bulanan 5ribu, setoran minimal 10ribu limit transfer antar cabang maksimal bisa sampai 1milyar rupiah.

 

Terkait digitalisasi terbukti di saat pandemi, tahun 2020, bank BRI juga pernah meluncurkan program Desa Brilian. Program yang memberikan pendampingan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. Harapannya desa semakin tanggap terhadap perubahan, tangguh menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan, serta tetap inovatif khususnya saat itu di masa pandemi.

 

Ada 125 Desa dari berbagai daerah di Indonesia yang terpilih. Dipilih bedasarkan BUMDes yang aktif menggerakkan ekonomi desa dan mengimplementasika digitalisasi di desa mereka. Digitalisasi BRI, bukan hal baru dan sudah dilakukan jauh-jauh hari.

128 Tahun BRI Tumbuh Kuat bersama UMKM Indonesia

Komentar

Paling Banyak di Baca