ig', 'G-EB6NHRZW7N');

Tips Jakarta-Bali Lewat Tol Trans Jawa Menggunakan Mobil Pribadi

Kamis, 30 Januari 2020

22 komentar
Haii Braii, pernah ngerasain bawa mobil sendiri dari Jakarta-Bali lewat tol Trans Jawa belum? Alhamdulillah saya udah pernah. Gimana rasanya? Ketagihan Braii, serius jadi pengen lagi ke Bali tapi lain kali harus mampir-mapir dulu di beberapa kota. Kalau di kesempatan terakhir, saya langsung bablas tol trans jawa.
Jangan takut bawa mobil dari Jakarta-Bali, semua infrastrukturnya penunjangnya sudah cukup bagus dan bikin kita merasa aman, nyaman sepanjang perjalanan.
Ini bukan kali pertama saya bawa mobil dari Jakarta ke Bali. Mungkin sudah 3 kali, pertama mengantar mobil klien yang pindah rumah. Kemudian dikesempatan yang ke-2  dan ke-3 saya bawa mobil pribadi Toyota type Agya. Jangan kaget, LCGC ini cukup tangguh asal di sesuaikan dengan cara mengemudinya. Nanti saya share dilain artikel.

Oke lets the story began, dari Jakarta, tepatnya kawasan SCBD, saya berangkat bersama 2 orang teman, Monica Anggen dan Punto. Monica jadi backup driver saat di jalan tol, karena sebagian besar melewati jalan tol dan Punto spesialis co-driver penghilang rasa kantuk dengan pilihan lagu campur sarinya.

Berangkat dari Jakarta jam 15.30, sengaja kami ambil perjalanan malam, karena saya ingin melewati tol Cipali dengan nyaman. Saya khawatir karakter jalan tol Cipali yang sebagian besar adalah beton, membuat cepat rusak ban mobil karena kondisi cuaca panas.

Saya sudah berkali-kali melewati tol Cipali, bahkan saat peresmiannya saya ikut menjajal tol ini ketika bulan puasa. Dan suasananya sangat cerah mentereng cenderung panas membara terlebih saat jam 12 siang.

Demi melewati Cipali malam hari, kami rela disiksa tol Cikampek dengan kemacetan yang menggila karena bertepatan dengan jam pulang kantor. Mau tidak mau harus dinikmati.

Tol layang Jakarta-Cikampek saat itu masih dalam proses pengerjaan dan kalau sekarang elevated tol ini sudah beroperasi, bisa jadi solusi di jam rawan macet untuk para pelintas yang ingin menempuh perjalan jauh.

Jadi para pengendara bisa terhindar dari antrian kendaraan yang ingin keluar di Bekasi, Cikarang dan Karawang. Ketiga daerah tersebut memang sudah menjadi kota satelit Jakarta yang mempunyai banyak penduduk dan industri, sehingga wajar volume kendaraannya sangat tinggi.

Dampak dari kemacetan di jalan tol Cikampek, perjalanan kami jadi sangat terhambat. Bayangkan, sampai jam 12 malam (kurang lebih 8 jam), saya hanya berhasil menempuh jarak 300km dan akhirnya harus bergantian menyetir, setelah mata makin berat dan betis makin pegel gara-gara macet. Kebetulan Toyota Agya saya bertransmisi manual.

Bandingkan dengan Monica Anggen, yang hanya dalam waktu 5 jam bisa menempuh jarak 500km, kurang lebih kecepatan 100km/jam. Baahh saya kaget saat bangun untuk shalat subuh di rest area dan melihat data yang tertulis di kilometer, bahkan jam 7-8 pagi, kami sudah masuk tol Surabaya.

Ohh iya, pemandangan sepanjang perjalanan saat pagi menjelang saat indah untuk dilewati begitu saja. Kalau memang berniat berhenti sejenak, usahakan cari tempat yang aman. Jangan pas di jalan berkelok karena kecepatan kendaraan yang tinggi di jalan tol.

Selain itu juga, saya sering melihat bus malam melintas berbagai merk. Menurut saya ini sebuah momen kebangkitan pengusaha bus malam yang selama ini tertidur lelap karena tersaingi oleh kereta dan pesawat udara.

Saat pagi menjelang di salah satu sudut tol trans jawa 

Tips Melintas Jalur Nasional Probolinggo-Banyuwangi

Berhubung kami sudah jenuh melihat jalan lurus tak berujung dan fatamorgana aspal hitam yang mulai memanas, maka kami putuskan untuk keluar tol untuk mencari sarapan pagi. Dan salah satu tempat yang saya ingat adalah warung makan Nasi Punel Hj Lin, di Bangil Pasuruan.

Sumpah, gak rugi harus keluar tol untuk cari tempat makan ini. Harganya bersahabat, parkiran mobil juga luas dan yang pasti rasa masakannya juara. Ada berbagai macam lauk yang bisa kita pilih. Kalau mau tahu detil, tinggal googling aja pasti langsung ketemu review dan petunjuk arahnya.

Selesai sarapan cuus lanjut masuk tol untuk lanjutkan perjalanan. Siap-siap, merasakan cuaca yang cukup terik sepanjang perjalanan khas daerah pesisir. Saya sempat gembira saat melihat petunjuk arah di jalan tol yang bertuliskan Jember-Banyuwangi.

Wahhh kita bisa tembus Banyuwangi via Jember, batin saya. Ternyata itu baru mimpi, kami harus tetap keluar di Probolinggo Barat dan melanjutkan perjalan melalui jalan biasa. Moga-moga saja tahun ini, tol Jember-Banyuwangi sudah bisa dilewati supaya memangkas waktu perjalanan.

Karakter jalan Probolinggo-Banyuwangi khas jalur luar kota. Semua sudah beraspal walau agak bergelombang karena jadi jalur utama bus besar dan truck bermuatan berat. Tidak banyak alternatif jalan, tinggal ikuti saja jalur utama untuk sampai ke pelabuhan Banyuwangi.

Di tengah perjalanan dari Probolinggo menuju Banyuwangi, setelah melewati PLTU PAITON, nanti kita bisa temui SPBU dengan Toilet VIP di sebelah kiri jalan. Rasa penasaran saya yang membuat pengen ngerasain toilet ini dan ternyata gak rugi.

Ada air panas dengan shower, toilet duduk lalu di sediakan sabun dan shampoo. Kalau tidak salah cukup bayar 10ribu atau 20ribu (saya lupa). Pokoknya cocok untuk melepas lelah setelah perjalanan jauh, saya sampai di SPBU ini sekitar jam  11, untuk mandi persiapan ibadah shalat Jumat tiba.

Yang harus waspada dan mengetes kemampuan berkendara adalah, beberapa kilometer akan sampai Banyuwangi. Kita akan melintasi, hutan jati.

Campervan Duoraji

Jalanan berliku dan naik turun. Tidak jarang, jalanan naik dan tiba-tiba berbelok. Kalau yang masih ragu, baiknya melintas siang. Karena dimalam hari tidak ada penerangan sepanjang jalan, sebenarnya aman tapi untuk yang baru sekali melintas harus lebih waspada.

Dan jika terpaksa melintas malam, saran saya cari teman perjalanan yang kita bisa ikuti dari belakang. Jadi kita bisa tahu kapan jalanan berbelok ke kanan atau ke kiri tanpa harus berkonsentrasi keras. Tapi jangan lupa untuk jaga jarak.

Yuuppp ini saat kami bertemu mas Joe Chandra di Banyuwangi di sebuah resto dengan pemandangan selat bali
Memasuki Banyuwangi sekitar jam 15.00, di kota yang sektor pariwisatanya sedang berkembang ini, kami bertemu dengan Joe, si blogger ganteng dari Banyuwangi. Kami diajak singgah ke sebuah resto yang posisinya berada cukup tinggi, sehingga kami bisa menikmati keindahan pelabuhan Banyuwangi yang di hiasi langit biru dengan gumpalan awan putih. Sementara dibawahnya ada kapal feri Roro bolak-balik ke dermaga dan puluhan kapal lainnya yang sedang lepas jangkar.

Selesai melepas lelah, kami segera bergegas ke pelabuhan penyebrangan. Karena menurut cerita, ombak di selat Bali cukup tinggi saat sore menjelang malam yang bisa menghambat laju kapal sehingga membuat penyebrangan memakan waktu cukup lama.

Kalau nggak lihat langsung gak percaya kalau ini ada di Indonesia

Total Biaya Perjalanan Jakarta-Bali Lewat Tol Trans Jawa Menggunakan Mobil Pribadi

Dan akhirnya kami berhasil menjejakkan ban mobil kami di pulau Bali pada jam 18.00. Percaya deh, begitu mobil turun dari kapal, rasa lelah sirna seketika. Semangat kembali bangkit ingin segera sampai tujuan kami yaitu kota Denpasar.

Untuk itu kita harus tetap waspada, Jalanan beraspal cukup mulus di sepanjang perjalanan menuju Denpasar membuat kita terlena. Semangat memang membara, tapi harus diakui kondisi fisik kita sudah jauh menurun dibanding saat kita berangkat. Jadi harus tetap berhati-hati.

Selepas pelabuhan Gilimanuk, jangan heran kalau kita masih melihat masjid dipinggir jalan atau kalau beruntung bisa mendengar adzan pertama dipulau dewata. Karena memang, di dekat pelabuhan banyak penduduk mayoritas muslim, yang hidup saling berdampingan dengan masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu. Indonesia banget braii.

Pemandangan sore di atas feri menuju pelabuhan Gilimanuk Bali. Ada saran melintas pagi agar bisa mendapat pemandangan yang istimewa 
Kami sampai di kota Denpasar jam 21.00, semua lelah terbayarkan. Gambaran indah mengelilingi pulau Bali esok hari makin jelas terlihat. Saatnya kami melepas lelah dengan pengalaman yang tidak akan kami lupakan melintas tol trans jawa untuk pertama kalinya.

Total jarak tempuh Jakarta (SCBD)- Bali (Denpasar) sejauh 1194 kilometer, menghabiskan 60.7 liter Pertalite (465k), kalau saja gak kejebak di cikampek (bekasi-cikarang-karawang) waktu tempuh bisa 24 jam dengan satu back-up driver.

Melewati Tol Trans Jawa dan keluar di tol Probolingo Barat, total yang harus bayar 739k (termasuk tol dalam kota Jakarta). Entah kalau tol Jember-Banyuwangi sudah tersambung, mungkin bisa diangka tidak lebih dari 900k (perkiraan saya).

Untuk penyebrangan Ketapang-Gilimanuk, satu mobil harus membayar 159k, ini tidak menghitung jumlah penumpang, mau satu orang atau 13 orang harganya sama. Dan bayarnya harus menggunakan uang elektronik yang dikeluarkan oleh Bank pemerintah (BUMN). Nggak bisa pakai Bank Swasta.

Yang harus diperhatikan adalah, akan ada pemeriksaan kartu identitas (KTP) untuk semua orang yang menyebrang dan juga SIM bagi pengemudi, baik saat memasuki pelabuhan Ketapang atau keluar dari pelabuhan Gilimanuk.

Kalau di total biaya bensin, tol, penyebrangan dan makan tidak lebih dari 1.6jt untuk 3-4 orang dengan bonus bisa mampir-mampir selama perjalanan, (terlebih saat di Bali) Alhamdulillah kita berasa untung banyak. Plus dapat foto-foto indah selama perjalanan.

Ulun Danu destinasi yang baru kali ini kami kunjungi.
Coba bandingkan dengan harga tiket pesawat untuk satu orang paling murah? Saya yakin masih lebih efisien pakai mobil, kalau memang punya waktu banyak.

Memang idealnya kita harus sisihkan waktu 7 hari, lebih baik lagi kalau kita punya waktu 10 hari agar bisa eksplore lebih jauh dan badan tidak terlalu letih.

Jadi gimana? Masih ragu bawa mobil ke Bali? Nggak perlu braai, gass poll aja, kalau perlu teman supir hubungin saya aja. Nanti saya temenin, yang nyetir tetep kalian. Haahahahaa..

Salaaam Gaspol, sampai ketemu di pulau Bali.

Read More