Artikel Populer Bulan Ini

Familia Urban Hunian Di Bekasi Yang Ramah Anak

Memangnya ada hunian di Bekasi yang ramah anak? Kalau saya bilang ada pasti terkejut dan gak percaya. Tapi beneran ada kok, sebelum saya kasih tahu tentang hunian di Bekasi yang ramah anak, saya mau cerita sedikit tentang masa kecil saya. 


Tidak banyak yang saya ingat saat masa kecil saya di sekolah dasar, kenapa? Karena dari 6 tahun sekolah dasar saya sudah pindah-pindah sekolah sebanyak 3 kali.

Kelas 1 dan 2 saya sekolah di daerah Petukangan Utara, di daerah Jakarta Selatan. Kami pindah agar lokasi kerja orang tua lebih dekat dengan rumah, dengan berpindah rumah efeknya saya harus pindah sekolah juga.

Sebenarnya kalau dibilang pindah rumah agak kurang tepat, karena itu bukan rumah kami. Ya pada masa itu, kami sekeluarga masih jadi kontraktor “tulen”, alias ngontrak di rumah orang.

Lalu kami sekeluarga pindah masih di kawasan Jakarta Selatan, lokasi ini agak berada di tengah kota. Tepatnya di daerah Cipete. Berbeda dengan kontrakan keluarga kami sebelumnya yang dekat dengan jalan raya, lokasi yang sekarang agak masuk kedalam.

Jarak antar rumah yang berdekatan, akses jalan yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua dan karakter penduduk yang lebih heterogen.

Sarana bermain untuk anak-anak seumuran saya yang “pantas” kala itu adalah musholla yang cukup besar di ujung gang. Kami sering menghabiskan waktu di sana, mulai shalat berjamah, sampai mandi di kolam yang cukup besar di dalam musholla.

Jujur tidak ada lahan kosong untuk sekedar bermain bola atau berlarian. Ada sih lahan luas, tapi dijadikan velbak (pembuangan sampah) oleh warga sekitar. Walau dilarang orang tua bermain dilokasi tersebut, tapi kadang saya curi-curi kesempatan mengikuti teman-teman yang lain, terlebih saat angin berhembus kencang yang memungkin kami untuk menerbangkan layang-layang.

Hanya 3 tahun atau sampai saya kelas 5 sekolah dasar kami berada di daerah tersebut. Ekonomi orang tua yang membaik, memberikan kami sekeluarga rejeki untuk menyicil sebuah rumah di kawasan Bekasi.

Bekasi, daerah yang tidak pernah saya tahu sebelumnya, tapi namanya anak kecil, saya tidak peduli. Terlebih saat di ajak Bapak melihat lokasi perumahan, saya sangat antusias. Banyak lahan kosong, jauh dari jalan raya, tata letak bangunan yang tersusun rapi.

Saking antusiasnya, saya rela selama 2 minggu bolak-balik Bekasi-Jakarta-Bekasi untuk sekolah. Semua itu harus dilakukan karena kami harus segera pindah rumah dan sayangnya jadwal sekolah di Jakarta masih dalam masa ujian sekolah.

Tapi itu bukan beban buat saya ataupun orang tua, karena lokasi kerja Bapak dan sekolah saya tidak terlalu jauh. Jadi rutinitasnya adalah, pagi saya berangkat sekolah bareng Bapak dan pulang bareng Mamah naik angkutan umum.

Jangan bayangkan Bekasi saat saya masih kecil dulu dengan sekarang (2018). Waktu tempuh Jakarta-Bekasi waktu itu cuma 30 menit dengan kendaraan pribadi lewat tol cikampek.

Dulu nggak ada yang mau main ke daerah yang terkenal jadi pembuangan sampahnya orang Jakarta ini. Belum ada Mall yang saling berdekatan seperti sekarang, hiburan kami warga Bekasi saat itu adalah ke Robinson dan Ramayana yang ada dikawasan terminal Bekasi.

Kalau dibayangin kok ya menyedihkan, tapi itu dulu.

Sekarang jauh berbeda, Bekasi sebagai kota satelit atau penunjang ibukota kini jadi seperti tambang emas untuk wilayah hunian. Walau banyak celotehan tentang Bekasi yang dibilang jauh di antariksa, mungkin karena mereka belum bisa membedakan Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.

Perkembangan kota Bekasi, khususnya di sektor hunian berkembang pesat. Seperti dikutip www.wartakota.tribunnews.com, Peningkatannya sekitar 20 sampai 30 persen untuk sisi pengembang properti seperti apartemen, hunian dan hotel.
Pada tahun 2016 lalu, jumlah pengembang properti mencapai 36 pengembang, kemudian naik pada 2017 menjadi 47 pengembang dengan 147 izin mendirikan bangunan (IMB).

Reynitta Poerwito (kiri) dan Zata Ligouw saat ditemui di both Familia Urban
Keputusan Orang tua saya memutuskan untuk memilih hunian di Bekasi kala itu bukan karena punya pandangannya yang sudah jauh lebih visioner atau punya ilmu penerawangan. Tapi lebih karena ingin memberikan anak-anaknya lingkungan yang tepat untuk berkembang. 

Di tempat tinggal kami terdahulu, menurut cerita Bapak saya, ada beberapa faktor negatif jika kami terus berada di lingkungan tersebut yang khawatirnya memberikan dampak buruk bagi saya.

Dan semakin dewasa, saya makin paham maksud orang tua saya memutuskan pindah hunian. Setidaknya semua terjawab dengan jelas saat saya hadir di acara talkshow parenting, di stand Familia Urban.

Di event Indonesia Property Expo 2018 kali ini, Familia Urban mengadakan talkshow dengan tema “Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Tumbuh Kembang Anak” dengan narasumber Psikolog Klinis Reynitta Poerwito,Bach. Of Psych., M.Psi Eka Hospital BSD. Lalu Zata Ligouw selaku Editor In Chief Lolamagz.id, serta hadir juga Teguh Suhanta, Manager Realty Familia Urban.

Menurut Mbak Rey, “Lingkungan yang buruk memang dapat memengaruhi tekanan atau stress yang dirasakan anak. Anak-anak banyak belajar dari lingkungan sekitarnya dan perkembangan mental anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat anak tersebut tinggal.

Wooow, orang tua saya sudah menyadari hal ini puluhan tahun lalu. Dan ternyata pengalaman ini serupa dengan kak Zata Ligouw, saat orang tuanya memutuskan untuk pindah dan memilih tempat tinggal yang lebih nyaman, jauh dari polusi dan kebisingan.

Familia Urban Hunian Di Bekasi Yang Ramah Anak

Pertanyaannya sekarang adalah, memangnya masih ada hunian di Bekasi yang ramah anak? Kalau saya bilang ada nanti dibilang promosi, tapi saya akan paparkan konsep dari Familia Urban dan kamu yang putuskan sendiri.

Familia Urban di bangun dengan konsep Green Spaces dan Walkable Neighbourhood. Green spaces yang dimaksud adalah fasilitas umum dan sosial akan diberikan porsi yang cukup di Familia Urban.

Sedangkan konsep Walkable Neighbourhood seperti yang dikutip dari website resmi www.timahproperti.co.id adalah dengan memaksimalkan jarak tempuh (walking distance) terhadap fasilitas pelengkap hunian dengan berjalan kaki. ldealnya, walking distance membentuk radius jarak tempuh 800m dapat ditempuh selama 10 menit berjalan kaki.

Teguh Suhanta, Manager Realty Familia Urban (kiri) saat memberikan paparan konsep Familia Urban
Konsep ini akan mengorientasikan pedestrian sebagai sistem sirkulasi utama dalam perancangan kawasan. Konsep Pedestrian City yang human-oriented ini tentunya akan memudahkan penghuni untuk beraktivitas sehari-hari dengan berjalan kaki.

Ini dibuktikan dengan alokasi ruang terbuka hijau sebesar 50%. Bayangkan, dari total 176 hektare, maka sekitar 80hektarenya akan diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau. Komitmen yang tidak sembarangan untuk mewujudkan konsep Green Spaces.

Dari design rumahpun terlihat bahwa Familia Urban memberikan lahan kosong yang lebih untuk para pemiliknya. Dan lahan kosong ini, nantinya bisa difungsikan sebagai lahan bermain untuk si buah hati.

Hampir semuanya type rumah rata-rata memiliki lahan kosong 50% dari bangunannya.

Contoh cluster Gayatri type Chandra dengan luas bangungan 36 meter persegi dengan luas tanah 72 meter persegi (36/72). Lalu ada cluster Ganesha dengan type Araya dengan 45/90 dan yang terakhir ada cluster Dharmawangsa type Niscala dengan 60/120.

Jadi menurut kamu, Familia Urban ini hunian di bekasi yang ramah anak? kalau saya sih yeessss.

Marketing Gallery:
Jl. Mandor Demong, Mustikajaya 
Bekasi 17157 - Jawa Barat


Komentar

Paling Banyak di Baca