Artikel Populer Bulan Ini

Pertandingan Final Piala Presiden, Acara Kenegaraan atau Bukan?

Haaalloo BroSs, pasti sudah paham deh kenapa saya iseng nulis tema ini.
Yuuppss, ini gara-gara orang pada heboh ngurusin video yang memperlihatkan Anies dilarang turun ke podium saat penyerahan Piala Presiden. Baca artikelnya sampai habis ya, trus bacanyanya sambil di lemesin aja ya shhaayy.

Saya coba seobjektif mungkin bahasnya, yang pasti menurut saya (gak perlu di bold kan ya?) pertandingan sepakbola bukan acara kenegaraan walaupun dihadiri oleh presiden dan jajaran pemerintah lainnya.



Dari beberapa info yang beredar, banyak yang ngotot bahwa ajang Piala Presiden adalah acara kenegaraan, pake bawa UU RI no.9 tahun 2010 tentang keprotokolan.

Mereka menggunakan  BAB IV pasal 13 tentang Tata Tempat. Ya jelas gak nyambung lah BroSs, kalau tempat acara kenegaraan memang bisa dimana saja asal memungkinkan dan dianggap aman oleh pihak terkait.



Tapi coba deh kita lihat UU RI no.9 tahun 2010 yang mengatur keprotokolan, pada BAB III pasal 6. Ini lebih detil menjelaskan apa itu yang dimaksud acara kenegaraan.

  1. Acara Kenegaraan diselenggarakan oleh Negara dan dilaksanakan oleh panitia negara yang diketuai oleh menteri yang membidangi urusan kesekretariatan negara.
  2.  Dalam hal Acara Kenegaraan diselenggarakan di lingkungan lembaga negara lain, pelaksanaannya dilakukan oleh kesekretariatan lembaga Negara dimaksud berkoordinasi dengan panitia Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Jadi sangat jelas bisa asumsikan bahwa acara Piala Presiden bukan acara kenegaraan, karena Piala Presiden yang ngadain itu bukan/tidak berkordinasi bahkan tidak diketuai oleh menteri olahraga. Jadi alangkah baiknya kita tidak usah menggiring opini bahwa final piala presiden adalah acara negara.

Baca Juga; Artikel Mengenai Asian Para Games 2018

Bahkan sampai ada yang bilang, Jokowi (pihak istana) sengaja melarang Anies. Ini sih lebai, jangan-jangan Jokowi malah baru tau kalau Anies dilarang turun sama protokoler dari media sosial.

Kan, gak mungkin juga waktu nonton final Piala Presiden kemarin Jokowi dan Anies sibuk ngerumpi.

"Mas Anies, nanti kalau Persija menang ikut turun ke podium di bawah ya" Jokowi basa-basi.

"Inginnya seperti itu pak, tapi kayanya saya gak masuk list. Mungkin pak Jokowi bisa bantu".

"Coba saya tanya Maruar dulu" Jokowi kemudian memanggil Maruar.

"Aman, mas Anies, kamu bisa ikut kebawah, tapi gak naik kepodium ya (teteup..)" Ujar Jokowi.

(Dialog hanya illustrasi, gak usah dianggap serius juga kelleeuss).

Lalu siapa yang harusnya tanggung jawab masalah ini?.

Etika Timur

Sedikit bicara asal muasal Piala Presiden, kita masih inget kasus yang membelit PSSI di tahun 2015 lalu, sampai mereka dibekukan oleh FIFA.

Nahh, demi persepakbolaan Indonesia tidak vakum dan berdiam diri, dibuatlah ajang Piala Presiden yang pesertanya adalah klub dari berbagai kasta (tingkatan) liga di Indonesia.

Inisiatifnya hadir dari MAHAKA Sport and Entertainment dan mengukuhkan PERSIB sebagai juaranya. Vakum di tahun 2016, Piala Presiden kembali digelar pada tahun 2017, dan AREMA jadi tim terbaik edisi tahun tersebut.

Dan sayangnya, pihak MAHAKA (sebagai penggagas piala presiden 2015 menurut wikipedia) tidak digandeng lagi untuk jadi penyelenggara dalam 2 gelaran terakhir Piala Presiden.

Lalu siapa yang jadi panitianya? nahh mulai kebaca nih. Piala Presiden 2018 di ambil alih oleh PT Liga Indonesia Baru (PT LIB). Kalau lihat dari nama PTnya pasti bertanya, "emangnya ada pt liga Indonesia lama?".

Yang tepat adalah, sebelum PT LIB ini hadir ada yang namanya PT Liga Indonesia (PT LI) yang nasibnya kini sudah dibubarkan oleh PSSI.

Berlinton Siahaan menjadi Direktur Utama PT LIB yang menjadi operator kompetisi sepakbola tanah air dan dipercaya jadi Organizing Committe (OC) Piala Presiden 2018. Sementara Maruar Sirait jadi Sterring Committe (SC). Sampai sini udah makin jelas kebaca dong?.

Dari sini kita bisa ambil sedikit kesimpulan, kenapa terjadi perbedaan karakter saat final Piala Presiden 2015 dan 2108. Saya gak usah jelaskan, temen-temen pasti sudah tahu duluan apa perbedaannya.

Kalau dipikir-pikir, apa susahnya Anies diijinkan turun, lalu setelah dibawah baru dibisikin bahwa yang naik ke podium dan menyerahkan piala itu hanya orang-orang tertentu saja.
Kan urusannya selesai, minimal sebagai orang timur, panitia harus punya etika lah. Tuan rumah gitu loohhh..

Semoga panitia khususnya sang OC dan SC benaran gak punya etika, ketimbang dengan sengaja tidak mengijinkan Anies turun ke lapangan saat penyerahan piala.

Seharusnya ini yang jadi pertanyaan sengaja atau gak punya etika?, bukan menyimpulkan bahwa sepakbola adalah acara kenegaraan, cuma gara-gara ada presiden menonton. Trus makin semangat jelek-jelekin Jokowi, gitu-gitu diakan presiden kita.

Kalau dilihat Piala Presiden 2015 itu murni (walau pasti ada unsur bisnisnya sih) ingin mengangkat nasib sepakbola Indonesia agar tidak vakum dan stagnan. Piala Presiden 2015 juga diadakan oleh pihak swasta yang (bisa dibilang)  tidak punya kepentingan politik.

Lalu bagaimana dengan Piala Presiden 2018? dengan kehadiran Maruar Sirait sebagai SC, beberapa kelompok orang pasti sudah punya asumsi (buruk sangka) tersendiri, nggak mungkin nggak lahh.
Karena beliau ini lekat sekali dengan partai politik tertentu, apalagi, setelah muncul kasus ini.

Herannya adalah, kenapa mesti bapak ini sih yang jadi SC? Gak ada lagi orang lainkah (yang pasti bukan saya) yang bisa atau mumpuni jadi SC Piala Presiden selain Maruar Sirait, gak mungkinlah. Atau memang ada peraturan harus dari pemerintahan dan partai politik yang bisa jadi SC?.
Nggak perlu jugakan saya minta DILAN untuk jadi SC supaya bikin meleleh hati supporter cewek. -apasih?-

Keindahan sepakbola dan semangat fair play kembali jadi korban, dan itu karena hadirnya para pemain politik di setiap penyelenggaraan.

Mereka sadar sepakbola adalah hal yang seksi dan bisa jadi komoditas politik, mulai dari umbar janji bikin stadion sampai janji membenahi klub daerah.

Mau Tahu Tentang Softball? Baca Artikel Ini

Kalau benar terwujud ada baiknya sih, tapi jangan sampai olahraga khususnya sepakbola hanya jadi materi pemanis suasana politik Indonesia. Karena ini yang membuat sepakbola Indonesia susah untuk berkembang. Ganti penguasa, ganti kebijakan, ini berlaku untuk semua cabang olahraga.

Sehabis juara, bukannya bahas permainan PERSIJA yang ciamik, malah sibuk ngurusin UU Keprotokolan.

Kasihan para pemain yang sudah berjibaku dilapangan, para pelatih dan tim yang malam dan siang memikirkan strategi tiba-tiba yang dibahas sama fans malah UU Keprotokolan, yang ujung-ujungnya digiring ke PEMILU 2019.

Selamat buat PERSIJA sebagai Juara Piala Presiden 2018

Komentar

Paling Banyak di Baca