Artikel Populer Bulan Ini

Learn From Home Bersama Fendi Siregar, Maestro Fotografi Bergaya Sufi

13 Mei 2020, sebuah pesan singkat masuk kedalam telepon pintar saya,  dari mbak Widya Armin, salah satu fotografer senior yang sering saya "curi" ilmunya. Memberi info tentang kelas online pak Fendi Siregar.

Malam ini yuk 
setelah Terawih dan Tadarusan tentunya

Sambil minum kopi santai sambil menyimak obrolan seputar Fotografi bersama  Pak Fendi Siregar. 

Ojo lali yoooo gaiiiiss 

Time to GURU gives his WORDS.
LFH VCLASSROOM. Eps. 37 with Pak Fendi Siregar

Fendi Siregar


Sebuah pesan yang bikin sore menjelang waktu berbuka itu semakin indah. 
Dimasa pandemi seperti sekarang, mengisi hari dengan hal-hal yang positif bisa menjaga kewarasan kita Braii. Salah satu ikut kelas online, Learning From Home.

Dan pada kesempatan ini, pematerinya adalah maestro fotografi Indonesia pak Fendi Siregar.

Pernah dengar namanya, tapi belum pernah bertemu, bahkan menyambil ilmu dari pengalaman beliau. Tentu ini hal yang menyedihkan bagi saya, hahahahaa...

Beruntung di bulan Ramadan 1441H selesai shalat taraweh saya mendapat kesempatan lansung via online mendengarkan pengalaman beliau yang sudah mengenal dunia fotografi dari umur 5 tahun (sumber sebuah blog).

Banyak hal yang bisa saya pelajari, dari pertemuan online yang berdurasi lebih dari 120 menit malam itu, salah satunya sudut pandang pak Fendi Siregar mengenai fotografi sudah tidak terfokus membahas teknis, tapi sudah masuk ke filosofi dalam membuat sebuah karya foto. Setidaknya itu yang bisa saya simpulkan.

Ibaratnya pak Fendi Siregar ini, Sufi di dunia fotografi dan ini semakin meyakinkan saya, saat beliau menjawab pertanyaan yang di sampaikan peserta malam itu.

Setidak saat beliau menjawab pertanyaan saya mengenai sebuah foto yang bagus itu seperti apa menurut beliau.

Saya berharap beliau akan menjawab secara teknis, karena selama ini yang saya tahu dan saya share apa itu foto yang bagus bisa dilihat dari, warna, komposisi dan moment.

Dan tahu apa yang pak Fendi Siregar jawab terkait pertanyaan saya? Beliau menjawab.

"Nggak ada foto yang bagus.."

Saya terdiam, bahkan moderator saat itu pun tersenyum sambil "banyolan" (bercanda) "Wah ini merusak konsesus...hahahaha" sambil tertawa lepas.

Dialog malam itu memang ringan dan penuh canda, walau beberapa moment nuansa bahasa jawa sering kali muncul dan membuat roaming beberapa peserta. Wajar saja karena pak Fendi Siregar dan moderator malam itu sepertinya fasih dengan logat jawa. 
Namun keroaming peserta tidak berlangsung lama karena moderator langsung mengurangi menggunakan istilah-istilah jawa.

Terkait pertanyaan foto yang bagus seperti apa, saya akan  sarikan penjelasan dari pak Fendi Siregar.

Di era masa kini, penilaian foto itu bagus atau jelek sudah terganti dengan foto yang disukai atau tidak disukai.

Parameternya adalah, di sosial media cuma ada like or dislike (suka atau tidak suka). Bukan good or not (bagus atau jelek).

Kalau mau lebih detil, (menurut saya) suka atau tidak suka itu terkait rasa, tapi bagus atau jelek bisa diberi nilai atau besaran angka.

Setelah saya renungkan, benar juga sih..

Karena akan ada kondisi, sebuah karya foto yang bagus tapi tidak disukai khalayak umum, tapi ada foto yang disukai banyak orang walau secara teknik dan kualitasnya tidak bagus.

Dan akhirnya saya punya kesimpulan sendiri, kalau kita sudah mempunyai teknik dasar fotografi yang baik, kemungkinan besar kita bisa secara sadar membuat karya foto yang disukai banyak orang.

Ingat ya, SECARA SADAR, bukan kebetulan. Walau sebuah kebetulan dalam dunia fotografi menjadi hal yang istimewa setelah teknik.

Berbicara teknik, fotografi era sekarang semakin mudah dengan segala teknologi digitalnya. Saya cukup bangga bisa merasakan berkarya dalam analog sebentar saja, karena kemudian dunia digital menyerbu dengan sangat massive. 

Pergesaran nilai fotografi yang konon dahulu adalah, membekukan waktu (freezing time), pun sedikit bergeser menjadi menciptakan waktu (creating time). Tentunya ini tidak selalu berlaku bagi karya foto jurnalistik.  

Ada beberapa tips dari pak Fendi Siregar agar foto kita tidak hanya disukai tapi juga "Merekam Waktu" Seperti tema pembahasan malam itu.

  • Fotolah waktu, kalau bisa saya terjemahkan, jangan hanya mementingkan objek saja, tapi perhatikan nilai waktunya. Bagaimana karya foto kita dilihat 10 tahun kemudian. Contoh di masa pandemi ini, buat karya yang di tahun-tahun kedepan, orang bisa bernostalgia saat melihat foto kita.
  • Gunakan peralatan yang sesimple mungkin. Jangan sampai malah merepotkan kita dan jadi kehilangan moment, terlebih saat hunting turun ke jalan.
  • Jangan pernah melepas kamera dari badan. Sekarang jamannya lebih mudah ketika telepon genggam sudah dilengkapi dengan kamera handal. Walau kita harus paham kelebihan dan kekurangannya, mengetahui teknik komposisi dasar.
  • Jika ingin membuat foto orang sebagai objek, kita harus sabar berkomunikasi agar kepekaan kita muncul, sehingga kita bisa melihat sisi menarik dari tokoh yang akan kita foto.
  • Saat kita naik pesawat, pilih posisi duduk paling belakang, karena kita bisa mengambil pemandangan tanpa harus terhalang oleh sayap pesawat. 
  • Woooww ini saya baru tahu, dan jadi ingin mencoba. Sangking pengalamannya, pak Fendi Siregar bisa tahu posisi duduk disebelah kanan atau kiri yang pemandangannya menarik, saat naik pesawat.

120 menit yang membuat saya tambah cinta dan terjerumus sama dunia fotografi. Terima kasih pak Fendi Siregar, sehat, sehat dan bahagia selalu untuk maestro dan sufi fotografi Indonesia,   

Komentar

Paling Banyak di Baca