Artikel Populer Bulan Ini

Pilih BBM Yang Tepat Untuk Kesehatan Bersama

Data kendaraan yang beredar di wilayah DKI Jakarta sesuai data tahun 2014 sebanyak 17.523.967. Jumlahnya di dominasi kendaraan roda dua dengan 13.084.372, 3.226.009 kendaraan roda empat 673.661 mobil barang, 362.006 bus dan 137.859 kendaraan khusus.

Dengan asumsi perkembangan kendaraan 12 persen per-tahun, berarti pada tahun 2016 total jumlah kendaraan yang ada di Jakarta sekitar 21.982.064. Bayangkan polusi yang terjadi akibat kendaraan bermotor yang beroperasi di Ibukota.

Ini yang menyebabkan kondisi udara di Jakarta di atas ambang membahayakan dan dari studi yang pernah dilakukan pada tahun 2010 setidaknya 60 persen warga Jakarta terkena gangguan pernapasan akibat polusi udara. Tidak heran kalau sekarang banyak penyakit baru yang bermunculan karena kuman-kuman penyakit semakin cepat berevolusi.

Menurut penelitian, asap kendaraan bermotor menyumbang 70% dari total polutan. Disusul oleh asap pabrik dan polusi ruangan seperti rokok. Ini terbukti ketika ditemukannya jejak polutan di 200 sampel penduduk Jabodetabek di biomarker (urine dan darah)

Diesel TAlk di Both Pertamina dihadiri oleh beberapa komunitas mobil berbahan bakar Solar

Lohhh kok jadi ngomongin polusi…? Keluar dari judul nih.

Sabar dulu kawan. Ceritanya baru dimulai, sekarang kita tahu bahwa asap dari kendaraanlah yang menyumbang paling banyak polusi mengotori langit Jakarta. Nah kira-kira, kendaraan bermesin diesel atau kendaraan berbahan bakar bensin yang paling dominan mencemari ibukota?.

Kendaraan bermesin solarkah..? karena secara jelas kita melihat asap hitam mengepul keluar dari lobang knalpot, terlebih pada bis-bis angkutan umum.

Atau kendaraan bermesin bensin yang hampir 70 persen di gunakan oleh warga Jakarta?

Jawabannya adalah; kendaraan berbahan bakar bensin. Tapi ini bukan karena jumlah mereka yang mendominasi, tapi memang karena kendaraan berbahan bakar bensin kadar polusinya 5 kali lebih jahat ketimbang kendaraan berbahan bakar soal.

Setidaknya itu yang disampaikan DR.Ing Tri Yuswidjayanto dari ITB saat ditemui di acara bincang tentang diesel (Diesel Talk) di Both Pertamina pada event GIIAS 2016 lalu. “Solar itu emisi gas buangnya 1/5 dari bensin” Mempertegas.

Jadi kalau saja kendaraan bermesin solar ini lebih banyak di minati oleh penduduk Jakarta , bisa jadi udara ibukota akan lebih segar. Walau syaratnya kendaraan dalam kondisi terawat, minimal lobang injector tidak terlalu besar yang mengakibatkan keluarnya asap hitam di knalpot.

Walau sebenarnya agar udaranya semakin sehat, cara yang paling efektif adalah mengurangi pengguna kendaraan bermotor.

Galih Fithrian Ningrum dan Tri Yuswidjayanto saat menjadi narasumber di acara Diesel Talk, GIIAS 2016

Nah untuk kendaraan bermesin solar ini, pertamina menyiapkan alternatif terbaru. Setelah ada Solar dengan RON 48 seharga Rp.5.150/liter dan Pertamax DeX RON 53 dengan harga Rp.8.100/liter, kini hadir DEXLITE yang mempunyai RON 51 seharga Rp.6.450/liter. Peluncuran Solar DEXLITE ini karena melihat perkembangan teknologi dan pertamina membaca keinginan pasar akan kebutuhan jenis solar yang mempunyai kualitas RON diantara dua produk yang sudah hadir terlebih dahulu. Setidaknya itu yang dijelaskan oleh Muhammad Resa Assistan Manager Brand Communication Pertamax Series, saat di temui dikesempatan yang sama.


Disinggung mengenai isu kekhawatiran masyarakat bahwa Pertamina akan menghilangkan premium maupun solar dari pasaran setelah kemunculan Petralite dan Dexlite ini Muhammad Resa menjawab, “Selama pemerintah meminta untuk memproduksi premium dan solar, maka Pertamina akan menjalani perintah itu”.


Muhammad Resa menjawab pertanyaan dari para Blogger yang hadiri acara Diesel TAlk

“Kehadiran Dexlite ataupun Petralite hanya untuk menjaga agar pemakain BBM bersubsidi tidak over kouta” Ujar Galih Fithrian Ningrum selaku Public Relation Fungsi Retail Marketing Pertamina menambahkan dikesempatan yang berbeda.

Sebenarnya mobil yang di produksi pada tahun 2003 standard emisinya sudah Euro2 dan sudah tidak maksimal untuk menggunakan premium atau pun solar bersubsidi. Bahkan untuk kendaraan motor roda dua mulai tahun 2013 standard emisi sudah euro3.

Walaupun begitu keberadaan premium dan solar tetap dipertahankan pemerintah melihat keadaan masyarakat Indonesia secara global, walau sedikit demi sedikit subsidinya di hilangkan.

Stigma di masyarakat bahwa mobil bermesin bensin lebih baik dan irit ternyata harus di luruskan. Saya jadi membandingkan dengan mobil LCGC kepunyaan keluarga kami. Menurut saya itu sudah sangat irit, masa sih diesel bisa lebih irit.

Mendengarkan penjelasan para pakar di acara Diesel Talk Pertamina saat event GIIAS 2016 benar-benar menambah pengetahuan saya tentang kendaraan bermesin diesel. Selain lebih ramah lingkungan di banding bensin, ternyata mobil berbahan solar ini jauh lebih irit karena bisa menghasilkan torsi maksimum di putaran mesin (Rotation per minute -RPM) yang rendah.

Logikanya kalau motor butuh  8000RPM untuk mencapai kecepatan 100km/Jam, lalu mobil dengan bahan bakar bensin butuh setidaknya 3000RPM untuk capai 100km/jam maka mesin diesel hanya butuh 2000RPM untuk bisa mencapai kecepatan 100km/jam. Ini yang menyebabkan mesin diesel menjadi lebih irit dan efisien.


Para konsumen diharapkan bisa memilih untuk menggunakan BBM non Subsidi untuk kesehariannya

Semoga Pertamina bisa terus melayani rakyat Indonesia dengan semakin baik, karena jujur saja dengan kehadiran SPBU seperti Shell dan Total, SPBU di bawah pertamina harus berbenah dan memperbaiki diri. Karena dengan harga yang hanya terpaut ratusan rupiah pengguna pasti lebih memilih yang pelayanannya lebih maksimal.


Bayangin aja, kalau kita isi bahan bakar di SPBU Shell sekalipun kita isi Rp.50.000 karyawannya selalu menawarkan untuk membersihkan kaca depan atau belakang kendaraan kita, semua karyawannya ramah senyum dan hampir semua bisa menggunakan kartu debit di setiap transaksi.


Berbeda dengan kebanyak SPBU pertamina, saya tidak bilang semuanya tapi kebanyakan. Jangan kan menawarkan untuk membersihkan kaca depan, kadang melayaninya pun tidak dengan senyum. Sepertinya Pertamina harus lebih sering sidak dan memberikan pelatihan bagi para karyawan SPBU dibawah kendali Pertamina. 


Karena tidak ada alasan untuk tidak bisa berbuat seperti yang dilakukan SPBU swasta dalam hal pelayanan kepada konsumen.


Semoga Pertamina Semakin Pass..!!

Komentar

  1. Semoga berkurang polusinya kalau memakai bahan bahar yang berkualitas, dan penggunanya juga sadar akan lingkungan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Polusi udara itu, musuh terjahat. Dampaknya jangka panjang. Swwweeerem

      Hapus
  2. Info yang menarik ada bahaya kesehatan dari asap kendaraan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali bang...harus mulai hati2 milih bahan bakar

      Hapus
  3. Asap kendaraan memang bahaya buat kesehatan Umpan Ikan Mas

    BalasHapus
  4. Thanks for share infonya, semoga sukses selalu,.

    BalasHapus

Posting Komentar

Yesss, Terima kasih sudah membaca dan sampai dihalaman komentar
silahkan komentar atau kritik dengan bahasa yang positif.
Jangan tinggalkan link hidup, saya akan berusaha untuk mengunjungi blog teman-teman semua.

Paling Banyak di Baca