Artikel Populer Bulan Ini

Gagal Nonton AAC2 Gara-Gara Baca Review

Gagal nonton Ayat-Ayat Cinta gara-gara baca review? Kamu kaya gitu? kalau saya sih nggak.

Ya, saya sudah baca reviewnya dan saya juga sudah nonton film Ayat-Ayat Cinta 2 (AAC2). Karena saya adalah penikmat film, bukan penikmat review film yang sudah puas hanya dengan membaca review.





Kalau gagal nonton AAC2 buat saya sih gak masalah, ngapain juga saya maksain kalian untuk nonton apalagi sampe bayarin. Rugi bandarr BroSS (Bro and Sist Semua).

Yang jadi masalah adalah saat kamu bilang film AAC2 jelek, lebay, norak and des skooii, and des braaai, and dess braii lainnya padahal kalian belum nonton.
Bikin komentar panjang tak terbantahkan padahal cuma dapat info review dari blog yang lagi banyak heboh belakangan ini.

Sama aja bilang bahwa semua jamu itu pahit padahal kita baru lihat dan megang gelas aja dan belum sempat untuk meminum bahkan mencium aromanya saja belum.

Sedangkan kita tahu bahwa gak semua jamu itu pahit. Contohnya jamu beras kencur, jamu kunyit asem atau jamu buyung upik yang berfungsi untuk penambah nafsu makan si kecil yang rasanya manis.
Loohh kok jadi bahas jamu? Fokuss please...

Berarti kalau sudah nonton filmnya trus bilang filmnya jelek boleh dong?. Ya boleh aja, gak ada yang larang lah. Hitung-hitung intropeksi buat industri perfilman Indonesia.

Tapi kalian (pengkritisi) jangan sewot juga kalau ada yang memuji film ini, karena mereka menonton pakai duit masing-masing.

Berarti saya mau memuji film ini dong? Nggak juga sih, saya hanya ingin mencoba meluruskan agar penilaiannya lebih berimbang.

Suasana mecekam hadir diawal film Ayat-Ayat Cinta 2

Okeei kita mulai.

Dari sekian banyak review yang sudah saya baca, dan lucunya semua menghajar habis-habisan film ini, semuanya tertuju kepada Fachri yang seperti nabi. Seorang yang tanpa cela dengan segala anugerah kepintaran dan materinya.

Awal film AAC2 sebenarnya cukup menarik. Mengambil gambaran perjuangan rakyat Palestina melawan zionis Israel.

Walau  scene ini tidak sampai 2 menit, tapi ini memberikan impresi yang menarik untuk saya. Karena adegannya dipenuhi dentuman suara meriam, pekik senapan mesin dan jeritan orang penuh kepanikan yang berlarian menyelamatkan diri dari serangan tentara zionis layaknya film Action.

Kemudian Scene berganti ke dataran Inggris Raya, atau lebih tepatnya di Ibukota Scotlandia, Edinburgh.


Keindahan Edinburgh yang mempesona mata

Kalian harus lihat landscape di scene ini, jagan sampai ketiduran, filmya kan baru mulai.
Edinburgh sepanjang film di gambarkan begitu indah layaknya khas kota di Eropa. Contrast cahaya yang tidak terlalu kuat membuat tone warna nampak seperti gulali dipasar malam, manis dan penuh warna...!.
Hijau pohon, detil bangunan tua, biru langit dan gumpalan awan putih terekam dengan sempurna.

Sesekali-kali tidak apalah, kita menikmati keindahan negeri 4 musim lewat sebuah film. Walau tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan Indonesia dengan karakter tropis 2 musimnya.

Bahasa Campuran

Scene awal di Edinburgh ada didalam kelas sebuah universitas. Awalnya saya berpikir ini adalah kelas bahasa Indonesia di Universitas tersebut. Karena sebagian mahasiswanya menggunakan bahasa Indonesia dan sekali waktu menggunakan bahasa Inggris.

Ternyata dugaan saya salah, penggunaan dua bahasa secara bergantian memang sengaja dihadirkan sepanjang film ini untuk (mungkin) mempermudah para penonton di Indonesia.
Jujur, sedikit terganggu dengan konsep bahasa campuran dan saya butuh lebih dari 5 menit untuk membiasakan hal ini.

Sebenarnya bisa saja menggunakan bahasa Indonesia disaat berkomunikasi dengan orang Indonesia. Dan saat berbicara dengan orang asing baru gunakan bahasa Inggris. Tapi entah kenapa pertimbangan ini tidak dilakukan.

Fachri dan Nabi

Ini yang paling rame banget diributin lini masa media sosial entah Facebook, Twitter atau Instagram. Fachri seperti nabi, kira-kira begitu respon nitizen yang merasa benar dengan segala statusnya.

Tokoh Fachri yang diperankan Fedi Nuril di AAC1 dan AAC2 memang selalu menjadi pusat perhatian, bisa dibilang jadi sasaran tembak kritikan tajam. 

Saya pernah membaca dimedia online, saat AAC1, Fedi Nuril dan para kru sempat didoakan masuk neraka, karena ada pihak yang tidak terima  sosok Fachri diperankan oleh selebritis. Menurut mereka tokoh fachri lebih cocok dimainkan oleh santri.

Dan di AAC2, Fedi Nuril juga mewanti-wanti semua kawan mainnya, bahwa Novel AAC2 banyak sekali fansnya, jadi harus siap dengan kontroversi yang akan hadir.

-- Baca juga review film Chrisye --


Mengenai review bahwa Fachri seperti nabi, memang tidak bisa disalahkan. Saya pun merasa seperti itu saat baru selesai menonton, tapi setelah saya coba resapi banyak nilai yang bisa diambil dari sosok Fachri.

Kedermawanan Fachri di AAC2 memang berada diatas kemampuan sebagian banyak manusia diatas bumi jaman Now. 

Buat orang-orang seperti saya, berbuat seperti yang dilakukan Fachri di film ini seperti asap jauh dari panggangan, sulit untuk diwujudkan dengan segala keterbatasan saya. Gak kebayang deh begitu baiknya mahluk bernama Fachri ini.

Yang perlu dicatat adalah, semua kebaikan Fachri di Film memang berdasarkan cerita dari novel karya Habiburrahman El-Shirazy. Setidaknya itu informasi yang saya dapat dari seorang kawan yang sudah membaca kedua novel karya kang Abik panggilan akrab Habiburrahman El-Shirazy.

Saya memang belum pernah membaca novel AAC baik yang pertama dan kedua. Konon novel yang bergaya romantis-religius ini, memang bisa menghayutkan para pembacanya.

Sekedar info novel Ayat-Ayat Cinta 1 berhasil terjual 400.000 eksemplar pada tahun 2012. Dan di tiga minggu setelah diluncurkan pada tahun 2015, AAC 2 berhasil terjual 50.000 eksemplar. Saya coba mencari data valid 2017, sayangnya tidak ditemukan.

Di novel AAC2 memang Fachri digambarkan seperti dewa penyelamat bagi para tetangga-tetangganya di Edinburgh. Agak klise sih, tapi ini kan novel dan film fiksi. Suka-suka yang nulis, yang bikin script dan yang bikin film dong.

Para pecinta film superhero saja gak pernah protes, jagoannya gak pernah mati dan kalau berantem selalu menang, ya karena mereka sadar itu adalah karya fiksi dan mereka menikmati film itu.


Sekelas Fachri pun tersipu saat mendapat perhatian dari mahasiswi-mahasiswi cantik ini

Saya kasih bocoran sedikit, Fachri itu gak kaya nabi, ada moment dimana dia seperti laki-laki biasa.

Salah satunya, Fachri di AAC2 terlihat makin genit dan ganjen sama kaum hawa. Yessss,  walau tetap menjaga jarak, tapi terlihat Fachri lebih terbuka sama wanita.

Semenjak Aisyah, istri Fachri tak ada kabar selama 2 tahun di tanah Palestina, Fachri sangat kehilangan. Bahkan kalau saya perhatikan dari gestur, mimik dan tatapan mata, Fachri seperti butuh perhatian dari seorang wanita.

Fachri pun tanpa sungkan di ajak berselfie ria dengan Hulya dengan jarak yang sangat dekat. Walau sebenarnya Hulya adalah sepupu dari Aisyah, istri Fachri yang hilang sekian lama.


Fachri bukan nabi, dia juga laki-laki yang doyan selfie

Bukan berarti karena makin genit, Fachri jadi mudah berpoligami loh ya. Sikat sana, sikat sini walau banyak wanita yang mendekati. Bahkan untuk menikahi Hulya pun, Fachri cukup berpikir keras.

Kalau masalah poligami, Fachri ini termasuk kasus poligami kurang berhasil, kenapa? karena kisah poligami  Fachri di AAC1 tidak bertahan lama.
Dan di film AAC2 saya justru tidak melihat Fachri berpoligami. Kenapa? kalian tonton saja film ini biar tahu jawabannya

Sejujurnya saya sedikit risih melihat kebaikan Fachri di film ini. Jadi punya pemikiran bawah kebaikan kita selama ini masih berasa kurang jaauuhh banget kalau dibandingkan sama sosok Fachri.

Yang bisa kita ambil hikmahnya adalah, nilai-nilai Rasul yang saling menyayangi dan saling mengasihi sesama umat manusia bahkan yang berbeda agama sekalipun.

Ada banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari film Ayat-Ayat Cinta 2. Dari ketenangan Fachri saat beribadah, kesabaran dan sifat menghargai antar sesama umat manusia lintas agama

Good Movie or Bad Movie?

Kalo menurut saya, Ayat-Ayat Cinta 2 good movie dengan catatan dan segala kelebaiyannya

Kenapa good movie? karena film ini mengajarkan kita untuk berbuat baik antar sesama manusia. Setidak-tidaknya film ini bukan mengajarkan kita untuk berbuat maksiat dan anarkis. Penuh dengan muatan positif untuk saling membantu dan meredam amarah.

"Adakalanya kita mundur selangkah, agar bisa melompat lebih jauh" Kata Fachri.

Kenapa Lebai..?

Karena, kebaikan Fachri memang terlihat berlebihan. kalau saja Fachri melakukan kebaikan yang sederhana, seperti membantu tunanetra menyebrang jalan, bantu dorong mobil mogok, benerin genteng bocor atau membuang sampah pada tempatnya mungkin sosok Fachri akan terlihat lebih manusiawi.

Yang lebai lagi adalah, proses operasi plastik diakhir film. Menurut saya tidak perlu divisualisasikan prosesi operasinya hanya agar terlihat dramatis. Dengan visual saat Aisyah akan mau masuk ruang operasi saja, menurut saya sudah cukup.

Catatan lainnya, sayang sekali scene debat terbuka di Universitas Edinburgh antara Fachri dan mantan tentara Israel tidak ditonjolkan. Padahal ini bisa jadi jalan dakwah untuk lebih memperkenalkan budaya islam dengan sudut pandang yang berbeda.

Karena di gambarkan, persiapan Fachri untuk debat ini sangat total, dibantu oleh 3 orang termasuk Hulya, Fachri sampai tidur kelelahan diruang tamunya.
Namun saat debat, malah jadi antiklimaks dan datar.

Sebagai penutup, sepertinya kita harus bisa lebih bijak untuk menyikapi sebuah review film. 
Jangan bilang film itu jelek gara-gara cuma baca reviewnya, kalau tidak mau menonton filmya ya itu hak kita semua. 

Seperti saya yang tidak pernah menonton film bergenre sci-fi (sience fiction) di bioskop karena memang bukan genre yang saya suka. Tapi bukan berarti film itu jelek. 

Malah, setelah saya lihat film tersebut di televisi saya bisa bilang film itu bagus. Walau untuk menontonnya di bioskop saya masih berfikir ulang.
Catatan penting yang harus diingat adalah, semua cerita ini berdasarkan novel, jadi kalau novelnya saja dinikmati oleh ratusan ribu pembaca setianya, maka tidak heran dalam waktu 6 hari pemutaran film ini sudah bisa menarik 1 juta penonton.

Dan kalau ada yang tidak suka filmnya bisa jadi dia tidak akan suka dengan novelnya. Dan yang suka novelnya tidak juga akan menjamin dia akan menikmati film Ayat-Ayat Cinta 2.

Semua kembali kepenilaian Subjektif dari para penikmat film. Saya tekankan, penilaian penikmat film, bukan penilaian penikmat review film.

Jadi kamu itu penikmat film atau penikmat review film?

Komentar

  1. Kalau saya maunya jadi tetangganya Fahri aja. Baeeee bener dia.

    Saya pun punya point view secara subjektif karena saya sendiri yang menikmati sebuah film.

    Film Indonesia semakin kaya secara investasi, plot dan pemain.Tinggal penontonnya aja mau ambil point view yang mana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaahhhh iya juga sihh,..jadi tetangganya fachri udah seneng banget ya

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama,...aku juga gak doyan fachri, kalo hulya, keira masih boleh lahh..

      Hapus
  3. Doakan anakku se-sholeh Fachri ya, Om. Baik hati, hafal quran, cerdas, yang baik-baik deh. Kalau nonton AAC2, gak deh. Takut ketiduran nonton film romance.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ya Allah.

      Awalnya, saya juga minta diingetin sm partner.
      "Kalo ketiduran dan ngorok, bangunin aku ya..."

      Ehhh pas diawal ada adegan perang, jadi gagal tidur.

      Hapus
  4. Saya belum nonton film ini sih tapi semoga saja di tengah berbagai review yang cenderung menjelekkannya, film ini tetap bisa membawa kebaikan bagi penontonnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaAllah film ini berisi banyak nilai kebaikan walau dengan banyak catatan.

      Kalau udah nonton bikin reviewnya juga ya om..

      Hapus
  5. Reviewnya yg tak kalah heboh hehe, daku baca selewat2 juga karena ulasannya tentang Fahri terlalu banyak. Dan baru tau aja klo berbuat baik itu berlebihan ��. Padahal perlu review yg imbang kayak giniii, punya mas satto. Yaaah jadi panjang deh komennya ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaaciihhh,... Kaka. Support film Indonesia.
      #SalamSableng

      Hapus
  6. Benerin genteng bocor? Bolehlah atap rumah gué ada beberapa yang bocor nih.. ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naaaahhh coba bayangkan mbak, Fachri yang betulin genteng. Pasti makin jatuh cinta.

      Hapus
  7. Daku penikmat novel dan penikmat film hehehe. Penulis mungkin ingin menunjukkan bahwa Sosok fachri kalo dizaman dulu kala memang ada.tapi manusia seperti dia mulai langka zaman now

    BalasHapus
  8. Cakep review-nya nyun. Tp gw blm nonton filmnya ��

    BalasHapus
  9. Fachri.... Tunggu... Au ah gelap... Haiyaaah kalo baca review doank Tp belum nonton, ga puas yaak. Nonton aah..

    BalasHapus
  10. Penikmat film donk....Ngereview film kan suka2 yang nulis..kalo dia suka filmnya ya dibilang bagus kalo ga suka filmnya pasti dibilang ga suka. Fahri...marry me please I beg you...lebay sih tp yah mo gimana lagi hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Marry Me... Salah satu scene lebai bak negeri dongeng

      Hapus
  11. Aku nonton Ayat-ayat Cinta pertama sudah merasa kesal gara-gara lihat kaum perempuan kayak 'hilang akal' bertemu dengan sosok Fahri. Film tentang poligami bukan genreku, kecuali dibawakan bagaimana menderitanya si perempuan yang dipoligami seperti dalam Athirah

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahha, tapi di AAC2 dia gak poligami kok kak... Btw Athirah film bagus yang gak laku dipasaran. beruntung bs nonton di bioskop

      Hapus
  12. Ayat-ayat Cinta dimaknai luas ya om dalam film ini? Tentang kemanusian di Palestina atau laki-laki tidak bertemu istrinya selama dua tahun tetap tidak gegabah untuk menikah lagi.

    BalasHapus
  13. Saat tayang musim libur; saat Nenek jumpalitan urus macam" #ekh!

    Review magh bergantung pake kebutuhan mau diangkat atau mau dijatuhkan memang bijaknya bersikap adil.

    Tulisan keche' Mas sukseslahh

    BalasHapus
  14. Saiah blm nonton AAC 2, meski byk review berseliweran tetep penasaran pengin nonton

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayyuukk mas, jangan sampai filmnya keburu turun panggung

      Hapus
  15. Entah sudah berapa lama saya gak ke bioskop. Sekarang emang males ke bioskop kecuali untuk nonton film yang bener-bener disuka. Terakhir sih kayaknya film Trilogi The Hobbit yang sampe rela ke bioskop.

    Nah untuk AAC 2 ini sih saya masuknya ke penikmat review aja. Hihihi. Dibacanya juga buat sekedar tau dan hiburan aja. Mau bilang bagus engga, ntar aja lihatnya di tv sebentar lagi :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahahha, kalau AAC2 paling cepat itu 6 bulan lagi baru nongol di TV kak..

      Hapus
  16. Udah nonton. Klo fachri bisa maku sama benerin genteng pasti gadis jaman now banyqk yg meleleh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nahhhh bener kan..? Apalagi fachri juga bantuin Coin of Change makin keren.

      Hapus
  17. Aku penikmat review filmmmmmm. Cukuo tauu dr review aja si, kecuali ada bayarin nonton. Film indonesia nonton di tv ajaaa *kemudian ditimpuk*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya bayarin, tapi kalo kamu suka filmmnya uangnya balikin ya..?

      Hapus
  18. jujur gw jg blom nonton, suka scene pemandangan eropa di film ini.
    penasaran sih jd nya haha

    BalasHapus
  19. Aaaah, Mas Satto bijaksana pemikiran dan pendapatnya...benar2 mirip Fahri ��

    BalasHapus
  20. Kereeen mas Satto, kalau begini aku makin penasaran buat nonton neh. Kan beloom

    BalasHapus
  21. Pengen nonton nih... awal ceritanya bikin penasaran, kayak kolosal.
    Kang Abik masih dampingi film ini gak ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waahh, saya belum dapat info apakah kang Abik mendampingi atau tidak

      Hapus
  22. Dan sampai sekarang Amel belum nonton AAC 2 hehehe.Setiap orang memang ga bisa di pukul rata tentang apa yg mereka lihat sih jadi ya wajar ada yg bilang bagus dan tidak hehe.

    BalasHapus
  23. Setuju... point nya adalah harus berbuat baik kepada siapa saja ya mas... setiap film pasti ada plus minusnya jadi ambil yang positif nya aja kan

    BalasHapus
  24. Aku ga nonton yang pertama, dan ga mau juga nonton yang kedua.
    #konsisten

    BalasHapus
  25. Aku belum nonton mas Satto, sejujurnya gak kepengen juga sih.aku gak ngikutin dari AAC1 dan novelnya.


    Buat aku, masyarakat terlalu lebai aja menilai film ini. Ya namanya pun film kan... Terlepas dari kece atau enggak yang ngereview,itu kan tergantung sudut pandangnya. Inget film Naura dan sang Juara kan...

    Tapi lucu aja lihat reaksi masyarakat, sampai dibuat meme dan twit berjamaah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang lebai itu orang yang belum nonton tapi ikutan lebai...

      Hapus
  26. Mau dong beras kencurnyaaaa ... 1 botol yaakk huahaha.

    Anyway, blm bs komen sih, krn blm nonton, tp udah baca review nya itu huehe. Tp at least diperlihatkan visual kota Edinburgh di situ cakep ya, Oom? *sotoy

    BalasHapus
    Balasan
    1. beras kencurnya pake gelas atau diplastik kak...

      Hapus
  27. Wow ulasan yang bagus.. saya juga kpikir, emang di Novelnya, beda banget ya? ngga kayak "nabi" gitu?? Bukannya emang bener adaptasi dari novel dan disupervisi dr si penulis juga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. yeesss,.. pasti disupervisi kang. walau kekuatan produser, seperti tetap lebih kuat.

      Hapus
  28. Wah,jadi penasaran saya menonton filmnya. Benar banget mbak, kita tidak boleh menghakimi sesuatu karena kata orang2, sebelum kita melihat dan menikmatinya secara lansung. Thanks reviewnya mbak, sudah ada sedikit gambaran baik tentang film AAC2.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bettooll kita tidak bileh menghakimi sepihak.

      Hapus
  29. Aku udah nonton dan aku akan bilang film ini bagus. krn ada sisi edukasinya juga.
    Tapi ada gak bagusnya juga, masa iya Fahri mr. perfect banget disini? :))

    BalasHapus
  30. nice review ... santun dan gak ngejelimet :) Kakak Sattoooo bangeeeeet!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ciiieeeeee aku dibilang santun. Kepang rambut dulu ahh.

      Hapus
  31. belum nonton baca reviewnya rame banget! Semoga minggu ini masih ada

    BalasHapus
  32. Saya sih oke, dalam beberapa hal fahry emang keliatan perfect, tapi dalam sisi lain juga Ia menampakan ketidaksempurnaannya semisal ketika ia tidak mengenali wajah dan suara aisha, juga kekurang-pekaannya terhadap istrinya sendiri, banyak deh. Itu kalau mau ngritik.

    But overall, ini film bagus kok. Terlepas dari berbagai review yang menyertainya, I love the movie like so much!

    BalasHapus
  33. Kalo menurutku, Fachri itu nggak kayak Nabi. Bahkan, kalo Fachri hidup di zaman Imam Syafi'i dia itu orang biasa banget. Ini juga pendapat yg disampaikan langsung sama penulisnya Kang Abik alias Ust. Habib. Kalo maen ke ponpes hafidz anak kecil umur 10 tahun di Indonesia pun banyak yang udah hafal Qur'an apalagi di Palestina. Kalo ada orang ramah, itu juga banyak di Indonesia. Kalo ada orang dermawan sampai belikan rumah juga ada meski sedikit bahkan di Indonesia sendiri orang yang berangkatkan haji atau umroh banyak. Di Indonesia itu banyak tontonan sinetron yang sukanya nyinyir, iri, dengki dan sedikit sekali contoh teladan film atau sinetron yg bagus sehingga baru nonton film ini pasti komennya gitu. Hehe

    BalasHapus
  34. Aku penikmat film. Jadi mau ada review bagus atau jelek, klo emang ak mau nonton filmnya, ya nonton aja. Gak ngaruh sama review yg ada.

    Btw, aku sukaaaa sama template barunya. Lbh eye friendly di gadget.

    BalasHapus
  35. Aku belum nonton film AAC baik yang pertama maupun yang kedua. Kalau disuruh nonton aku pribadi masih mikir-mikir karena memang pada dasarnya aku nggak begitu suka nonton. Aku lebih senang baca buku. Eh tapi buku novelnya juga belum aku baca sih karena nggak begitu suka dengan genre-nya.

    Aku lebih senang baca review film aja mas Satto. Lebih seru aja meskipun kadang beberapa review suka bikin penasaran.

    BalasHapus

Posting Komentar

Yesss, Terima kasih sudah membaca dan sampai dihalaman komentar
silahkan komentar atau kritik dengan bahasa yang positif.
Jangan tinggalkan link hidup, saya akan berusaha untuk mengunjungi blog teman-teman semua.

Paling Banyak di Baca